Resensi buku Maryam - Mereka yang diusir karena keimanan

Lombok, Januari 2011

Kami hanya ingin pulang. Ke rumah kami sendiri. Rumah yang kami beli dengan uang kami sendiri. Rumah yang berhasil kami miliki lagi dengan susah payah, setelah dulu pernah diusir dari kampung-kampung kami. Rumah itu masih ada di sana. Sebagian ada yang hancur. Bekas terbakar dimana-mana. Genteng dan tembok yang tak lagi utuh. Tapi tidak apa-apa. Kami mau menerimanya apa adanya.  Kami akan memperbaiki sendiri, dengan uang dan tenaga kami sendiri. Kami hanya ingin bisa pulang dan segera tinggal di rumah kami sendiri. Hidup aman. Tak ada lagi dendam pada orang-orang yang mengusir dan menyakiti kami. Yang penting bagi kami, hari-hari ke depan kami bisa hidup aman dan tenteram.

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kamu harus menunggu?

-         - Maryam Haryati

Sepenggal surat yang di tulis oleh seorang tokoh utama bernama Maryam, dengan cover perempuan cantik yang sedang menggenggam rumah dalam tangannya dan tagline : tentang mereka yang terusir karena iman di negeri yang penuh keindahan. Menarik bukan? Ya saya pun membeli dan memutuskan untuk membacanya karena sinopsis, cover dan tagline tersebut, dan juga karena ditulis oleh Okky Madasari yang notabene salah satu penulis terbaik di Indonesia, buku ini pun mendapat rating tinggi di goodreads dan pemenang Khatulistiwa Literary Award pada 2012.

Cerita dimulai dengan kisah Maryam yang dibenci keluarganya karena menikah diam-diam di Jakarta dengan “orang luar” menurut keluarganya Maryam. Maryam seorang wanita cantik dan berpendidikan yang di besarkan di Gerupuk oleh Bapak dan Ibu Khairuddin. Maryam mempunyai seorang adik bernama Fatimah yang terpaut usia 6 tahun. Awalnya saya kira ini tentang budaya tapi ternyata tentang agama. Maryam dan keluarganya adalah orang ahmadiyah. Iya, ahmadiyah yang sesat itu. Buku ini terus bergulir mengisahkan keluarga Maryam yang terusir dari rumahnya di Gerupuk dan harus mengungsi, bertahun-tahun tinggal di pengungsisan akhirnya bisa membeli sebuah rumah di Gegurung bersama pengungsi lainnya dan jadilah sebuah komplek perumahan, perumahan yang berisi orang-orang ahmadiyah di dalamnya.

Maryam yang telah nekat bercerai dengan suaminya karena sudah tidak kuat atas perlakuan mertuanya dan suami yang tidak membelanya sedikitpun, akhirnya pergi dari Jakarta meninggalkan pekerjaan dan bermaksud kembali ke orang tuanya. Betapa kaget Maryam saat sampai di Gerupuk dan sudah tidak ada orang tuanya, setelah di telusuri akhirnya Maryam dapat bertemu keluarganya dan tinggal bersama di Gegurung. Suatu hari, Maryam dijodohkan oleh anak ahmadi lain, Umar. Mereka menikah dan bahagia, hidup tanpa beban, tidak memikirkan apa-apa dan setiap harinya menjalani hidup dengan cinta. Maryam dan Umar sudah bukan menjadi ahmadi lagi, tapi mereka tetap menghormati keyakinan orang tuanya masing-masing.

Suatu ketika, komplek perumahan ahmadiyah itu diserang warga, di lempari batu, dan mereka diusir serta di seret oleh polisi untuk tinggal di pengungsian lainnya. Maryam marah, begitupun seluruh warganya. Mereka mencoba berbagai cara agar dapat kembali pulang, namun naas, seluruh rumah hampir habis terbakar dan tidak ada barang tersisa sedikitpun karena di jarah oleh warga-warga setempat.

Begitulah inti dari cerita Maryam oleh Okky Madasari. Miris memang, tapi lebih miris lagi karena menurut saya buku ini berbahaya. Berbahaya karena sang penulis tidak menjelaskan sama sekali apa itu Ahmadiyah, mengapa mereka sesat dan hanya beberapa kali disebutkan lukisan seseorang imam besar mereka, yang menurut Wikipedia adalah nabi mereka. Saya membacanya mencoba netral, tidak memihak dan hanya menikmati setiap kepenulisannya, karena menurut saya, kata-kata yang digunakannya menarik, berisi dan menghibur, apalagi kisah cinta Maryam dan memang buku ini menang award lewat kategori prosa.

Sayangnya, penulis terlalu memihak kepada mereka-mereka yang terusir dan menjadikan tokoh-tokoh muslim yang bukan ahmadiyah menjadi penjahatnya, seperti Mertua Maryam, pak Haji di daerah Gegurung, Gubernur, warga dan polisi setempat. Bayangkan jika anak di bawah umur yang suka membaca dan tidak tahu apa-apa mengenai ahmadiyah, akan bagaimana menyikapinya, menurut saya, jika Okky Madasari menjelaskan Ahmadiyah walau sedikit saja, buku ini akan menjadi bagus di mata saya. Terlepas dari isi cerita, Okky Madasari berhasil menceritakan fakta menjadi kalimat yang indah dan bisa menjadi pembelajaran penulis lainnya.

JUDUL                        : MARYAM
PENULIS                    : OKKY MADASARI
JUMLAH HAL            : 275 HALAMAN
PENERBIT                  : GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
PERESUME                : VANDA DEOSAR


Comments

Popular Posts