Resensi - Yang Fana Adalah Waktu




Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"
tanyamu.
Kita abadi.

Perjalanan panjang Pingkan dan Sarwono menemui akhir, bahagiakah atau justru sedih? Apakah waktu mempertemukan atau justru memisahkan mereka karena campur tangan takdir?. Nasib atau takdir? Sedangkan Dalang tidak berpihak kepada nasib tetapi kepada takdir.

Yang fana adalah waktu adalah novel terakhir dari Trilogi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan disinilah dongeng Jawa-Manado, Dosen Antropologi-Sastra, Solo-Jepang akan berakhir. Dalam novel sebelumnya Pingkan Melipat Jarak, Sarwono jatuh sakit karena paru-paru dan harus terbaring berbulan-bulan untuk masa penyembuhan, di kala itu Pingkan sudah pergi ke Jepang bersama Jepun sontoloyo, Katsuo, untuk melanjutkan studinya.

Jika pada dua novel sebelumnya Pingkan masih meragukan cintanya kepada Sarwono, namun tidak disini, walau tetap tidak ada kata : aku mencintaimu, Pingkan mati-matian dalam monolog batinnya bahwa Sarwono adalah cinta satu-satunya, dan begitulah sebaliknya. Novel ini berputar pada kisah Pingkan-Sarwono yang berhubungan lewat email dan skype untuk melipat jarak mereka.

Ping, kita ini ternyata sekadar tokoh dongeng yang mengikuti pakem purba seperti yang berlaku dalam segala jenis dongeng dan tontonan Jawa. (hal.86)

Diselipkan pula kisah cinta orang tua Sarwono yang lucu dan suka bercanda, serta tidak ketinggalan Katsuo-Noriko dan Noriko-Pingkan. Noriko yang mempunyai masa lalu pelik karena ibunya sudah meninggal dan ayahnya yang serdadu rendahan dari Amerika meninggalkannya semenjak bayi, harus hidup oleh cemooh tetangga dan berjuang sendirian, begitulah awal mula pertemuan Noriko dan Ibu Katsuo sampai Ibu Katsuo menyayanginya dan memohon kepada Katsuo untuk menikahi saja Noriko karena dia adalah gadis baik. Noriko yang sudah terlanjur mencintai dan berharap kepada Katsuo pun ingin bahagia nantinya bersamanya Katsuo, namun alih-alih menerima, Katsuo malah berdiam diri dari perjodohan ini dan berniat untuk hikikomoriri. Satu dongeng selesai, namun terciptalah dongeng lain, dongeng tentang Jepang-Jepang yang baru akan dimulai.

Sebermula adalah seutas benang seutas saja yang ujung dan pangkalnya jelas yang kelokan-kelokannya jelas yang warna putihnya jelas yang tegang lenturnya jelas yang terhubung dengan sosok yang jelas yang kemudian ya ya yang kemudian ya ya yang kemudian entah kenapa ketika ditarik agar ujung-ujungnya bersatu malah memanjang dan semakin panjang dan jadi lentur dan entah kenapa tersangkut…. (hal.111)

Dalam novel ini, banyak sekali paragraf-paragraf yang terus berlanjut tanpa ada tanda baca sama sekali dan tiba-tiba satu bab sudah selesai. Berbeda dengan kedua novel sebelumnya, disini Sapardi Djoko Damono seperti masuk ke dalam area kids zaman now untuk menjadi referensi dalam penulisannya. Permainan Bahasa dan pertunjukan sastranya pun tetap mengalir seperti biasa namun lebih mudah dipahami dan sangat enak untuk dinikmati. Dalam buku ini pun diselipkan satu buku lain yang berjudul : sajak-sajak untuk Pingkan yang ceritanya ditulis oleh Sarwono.

Judul               : Yang Fana Adalah Waktu
Penulis             : Sapardi Djoko Damono
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Peresume         : Vanda Deosar




Comments

Popular Posts