Resensi - LAYLA MAJNUN - Kisah cinta tragis 2 insan manusia


Kisah dua manusia yang saling dimabuk cinta. Seorang laki-laki kebanggaan suku Amir, Qays dan anak kepala suku, Layla. Mereka dipertemukan oleh takdir dan dipisahkan pula oleh takdir. Bagi mereka yang melihatnya mungkin hanya sebagai cinta monyet, namun tidak untuk Qays dan Layla, cinta mereka cinta sejati yang mengalahkan kemabukan dunia, tak ada kisah cinta seindah dan tragis seperti mereka.

Nizami, mengaduk emosi para pembaca dengan buku dengan 229 halaman ini, ditulis pada abad 12 dan dituangkan dalam bahasa klasik, tak ada penyair lain yang seromantis Nizami dalam kesusastraan Persia. Dr. Culin Turner-lah yang berhasil mendekati keasliannya dalam menerjemahkan kisah pasangan ini. Melalui kisah Layla Majnun, Nizami berusaha mengajarkan pembaca bahwa “cinta tak mengenal batasan apapun”. Bahwa cinta dapat memberikan berbagai perasaan, cinta tidak selamanya indah, cinta juga rumit dan menyakitkan.

“Rasa mabuk yang pertama kali dialami selalu menjadi yang terhebat. Jatuh yang dirasakan untuk pertama kali selalu menjadi pengalaman yang terberat. Dan patah hati yang dirasakan untuk pertama kali selalu menjadi yang paling menyakitkan”.

Menceritakan tentang Qays dan Layla yang bertemu di usia sangat muda dan mereka jatuh cinta. Bagi Qays, Layla adalah matahari yang merambat naik di langit hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya. Layla, gadis yang berambut hitam legam dan wajahnya memancarkan kecantikan yang luar biasa, matanya berwarna gelap seperti mata rusa, bibir mungilnya terbuka hanya untuk mengucapkan kata-kata manis dan pipinya merah merona seperti mawar merah yang bermekaran di atas pipinya yang berputih susu. Tidak seperti laki-laki lainnya yang hanya “suka-sukaan” dengan Layla, Qays serius dalam mencintai Layla dan cintanya pun dibalas oleh Layla.

Perlahan, kedua bocah yang sedang dilanda cinta ini menyadari betapa butanya mereka, mereka sering berduaan, bericara, tertawa dan bersembunyi. Ini tentu saja tak baik untuk kerajaan, apalagi nama baik Layla, kedua orang tuanya memutuskan untuk mengurung Layla dalam tendanya dan Qays bagai disambar petir ketika tak dapat lagi melihat Layla. Qays pergi berjalan tanpa arah dan hanya mengeluarkan sajak-sajak untuk Layla seorang. Inilah awal mula Qays dipanggil “Majnun” atau berarti “gila”.

Buku ini, tentu saja sangat berhasil mengoyak emosi saya, awal baca saya merasa kasihan, dipertengahan membuat saya kesal dan di akhir membuat saya menangis tak karuan, saya seperti terhanyut dalam kisah cinta mereka dan ikut merasakan kepedihan dua insan ini. Bahasa yang dituangkan walau sangat sastra, namun tidak terkesan berlebihan justru malah menguatkan inti dari cerita yang disampaikan.

Kisah ini juga bukan hanya tentang cinta, namun menceritakan tentang persahabatan, kebaikan kepada sesama manusia, hubungan dengan kedua orang tua, agama, dan terpenting hubungan kepada Alloh SWT. Disini jelas tergambarkan saat Majnun jauh dari Alloh SWT, dia semakin gila, namun saat pada akhirnya Majnun berdoa hanya kepada Alloh SWT, ada ketenangan dan kebahagiaan yang didapatkan walau saat itu Majnun tetap jauh dengan Layla.

Saya sangat menyarankan untuk membaca buku ini. Buku ini sangat ringan namun penuh makna. Cerita mengalir begitu saja sampai pembaca tak sadar ketika sudah di bagian akhir. Memang benar, tak ada istilah buku lama atau buku baru, karena buku baik tak lekang oleh perkembangan zaman.

JUDUL BUKU      : LAYLA MAJNUN
PENGARANG      : NIZAMI
PENERBIT            : NARASI

JUMLAH HAL      : 229

Comments

Popular Posts