RESENSI - SENANDUNG BISU - KISAH SI BUNGSU YANG BISU



- RESENSI INI TERBIT DI KABAR MADURA PADA 24 OKTOBER 2018 -

Ajaran suci menyatakan bahwa di telapak kaki seorang ibu-lah Surga berada. Maka akal pun bertanya : Ibu yang bagaimana? Apakah di setiap tapak kaki ibu, tanpa memedulikan wataknya, sifatnya, perangainya, tingkah-laku dan perbuatannya? Adakah surga di telapak kaki ibu Rahim dalam kisah ini?

2018, Aguk Irawan menelurkan kisah yang membuat terharu hati pembaca dengan Senandung Bisu. Setelah sebelumnya dibuat kagum oleh Penakluk Badai, Titip Rindu ke Tanah Suci, Haji Backpaker dan karya lainnya yang memang pantas mendapat tak hanya penghargaan tetapi tempat istimewa di hati pembaca.

Senandung bisu menceritakan tentang seorang anak bernama Rahim, sang bungsu dari 5 bersaudara, bapak-ibunya, sebagaimana keyakinan sebagian orang, percaya bahwa “banyak anak banyak rezeki”. Kehidupan awal Dlori (ayah) dan Zulfin (ibu) yang bahagia dan penuh cinta, menjadi hancur karena diliputi nafsu untuk kesuksesan dunia dan bertujuan untuk membuktikan diri di hadapan semua orang. Kejadian ini membuat ayah dan ibunya diluputi oleh kubangan kesedihan dan air mata. Siapa korbannya? Tentu saja si Rahim, sang bungsu.

Sebagai anak bungsu, harusnya ia mendapatkan “hal-hal yang lebih”, seperti yang didapat oleh anak-anak bungsu yang lain. Ilham, misalnya. Satu bulan yang lalu ayahnya membelikannya sepeda kayuh, sementara kakaknya merengek-rengek hingga mengancam akan minggat dari rumah agar dibelikan motor tetapi tak juga dipenuh ayahnya, hingga detik ini. (hal. 17). Namun, yang Rahim dapat justru ia harus menahan perihnya hidup, menahan kepedihan di kala kakak-kakaknya, Harun, Aisyah, Umi, dan Musa, setiap hari harus ke sekolah dan berpakaian yang baik, sedangkan dirinya, betapapun rengekannya karena ingin sekolah, tamparan dan hinaanlah yang dia dapat, dan Rahim membisu.

Rahim digambarkan sebagai anak yang hitam keling, dengan rambut ikal dan berpakaian selalu kumal. Jika saja, kakak-kakaknya menyisakan sedikit minyak rambut, ayah-ibunya membelikan baju, seharusnya Rahim menjadi anak tampan, dengan kulit kuning langsat dan mata yang memikat, bukan mata yang sedih dan selalu berkaca-kaca.

Rahim selalu sedih dan berharap suatu hari orang tuanya sayang dan peduli sebagaimana mestinya, namun Rahim sadar, betapapun dia mencoba tidak akan pernah mendapatkannya. Kyai Naim, orang yang terpandang di desa yang menjadi penguat Rahim agar tidak merengek-rengek dan tetap menghormati orang tuanya, walau berat untuknya, bagaimanapun, Rahim hanya seorang anak kecil yang hanya butuh kasih sayang.

Setiap hari sehabis maghrib, Rahim belajar Quran dengan Kyai Naim, setidaknya, hal ini yang menjadi penghiburan dan ketenangan buat hati Rahim. Kakak-kakaknya, selain di sekolahkan di sekolah negeri, mereka juga disekolahkan di guru agama untuk belajar mengaji. Karena tidak mau kalah dengan keluarga tetangga-tetangganya, apalagi keluarga Wuryani yang sukses, Dlori mati-matian bekerja dan entah bagaimana, ladang serta sawahnya selalu sukses.

Hidup bertetangga, tidak selalu tenteram dan nyaman, Zulfin yang anak-anaknya hanya berjarak 1 tahun, selalu menjadi gunjingan warga.

Duh gusti, apa yang ada di pikiran mbak Zulfin itu? Apa dia tidak malu kepada tetangga? Setahun lahir, lalu hamil, lalu melahirkan, hamil lagi, lalu melahirkan. Aku capek nyumbang terus ke mbak Zulfin itu. Aku nyumbang beras sepuluh kilo saat itu, ditambah gula pasir 2 kilo, teh 2 bungkus. Duh semoga mbak Zulfin tidak lupa, dia tak boleh lupa. Dia harus mencatat itu dalam buku catatan sumbangan! (hal. 53)

Beda dengan Dlori yang masa bodo dengan obrolan warga, Zulfin yang mendengarnya lama kelamaan gerah dan kesal, pembicaraan warga akhirnya mempengaruhi rumah tangga harmonis Dlori dan Zulfin, saat pada puncaknya, Zulfin hamil anak kelima, sang bungsu, Rahim, yang lahir bukan karena cinta pun beberapa kali dicoba untuk digugurkan.

Ketika seluruh kakak-kakaknya sukses dan bekerja di luar kota, Rahim tinggal dengan ayah-ibunya dan merawat mereka saat sakit dan kesusahan. Akankah perbuatan Rahim mendapat kasih sayang dari orang tuanya?

Kisah Rahim dalam Senandung Bisu sangat amat membuat hati perih, bagaimana bisa kedua orang tua begitu tega terhadap darah dagingnya sendiri? Namun, Rahim adalah bukti bahwa Allah SWT tidak pernah tidur, dan sabar serta ikhlaslah yang harus dia lakukan, agar Allah SWT mengangkat derajatnya di Surga nanti.

Penggambaran tokoh yang kuat serta penjelasan yang akurat membuat pembaca ikut sayang dan iba terhadap para tokohnya, banyak pelajaran yang penting yang disampaikan oleh karya Aguk Irawan dalam bukunya. Jangan sampai melewatkan buku hebat satu ini, terima kasih Aguk Irawan!

JUDUL                       : SENANDUNG BISU

PENULIS                   : AGUK IRAWAN
PENERBIT                 : REPUBLIKA
TAHUN TERBIT       : CETAKAN I FEBRUARI, 2018
JUMLAH HAL          : 388 HALAMAN
PERESENSI               : VANDA DEOSAR
HARGA BUKU         : Rp. 85.000 (BUKUREPUBLIKA.ID)

Comments

Popular Posts