Review - The Jungle Book : Kisah anak serigala


Lagi dan lagi, Disney terus membawa kisah nostalgia animasi kedalam live action. Kali ini, Disney sukses membuktikan bahwa kesederhaan ide kreatif lebih membuahkan hasil dibanding versi kontemporer. Disney sudah mencoba live action sebelumnya dengan Cinderella, Red Riding Hood, bahkan Hensel and Grete. Tahun ini, lewat The Jungle Book Disney berani unjuk gigi, bahkan film ini digadang akan menjadi salah satu film terbaik selama 2016.

The Jungle Book sendiri adalah judul dari buku kumpulan cerita penulis Inggris, Rudyard Kipling yang terbit tahun 1894 yang kemudian diadaptasi ke bentuk animasi musical oleh Disney pada tahun 1967. Di 2013, Disney menggandeng Jon Favreau untuk mengadaptasi ulang ke dalam bentuk live action dengan bantuan CGI yang akhirnya tayang pada April 2016 ini.

Berbeda dengan Cinderella, yang memodifikasi dan tambal-buang dari kisah aslinya, justru The Jungle Book hadir dengan menghidupkan karakter untuk memanjakan dan membuat para fans bernostalgia. Tentu, itu menjadi tantangan sendiri untuk sineas dan crewnya, membuat hidup hewan-hewan yang dapat berbicara, akan menjadi kalah saing atau unggul dibandingkan dengan kisah mitologi fantasi lainnya.

Diawali dengan kisah Mowgli (Neel Sethi) yang hidup di tengah hutan belantara India, yang menjadi manusia satu-satunya diantara hewan. Karena, merasa khawatir akan keselamatan Mowgli, Black Phanter, Bagheera (Ben Kingsley) membawa Mowgli ke dalam kawanan, dan Serigala-lah yang dipillih. Dibawah pimpinan Akela (Giancarlo Esposito) dan ibu asuh, Raksha (Lupita Nyong’o), Mowgli tumbuh dan belajar untuk menjadi serigala bersama kawanannya setiap hari, tidak boleh ada trik manusia.

Konflik film ini dimulai oleh keringnya hutan akibat hujan yang tak kunjung datang dan adanya batu air perdamaian, membuat seluruh hewan berkumpul ke sungai untuk minum, tak terkecuali Shere Khan (Idris Elba), sang harimau perkasa yang membenci Mowgli dan menginginkannya untuk mati. Karena, menurutnya manusia hanya akan merusak hutan dan membunuh banyak hewan dengan red flowernya (kita sebut api), ketika dewasa.


Walaupun live action, 80% film adalah hasil media virtual. Lebih dari 800 orang dalam setahun untuk membuat hewan (diluar tokoh utama, air, api dan daun) berbicara dan tampak nyata. Dengan pengisi suara yang apik dan berkarakter, dapat membuat penonton terusik secara emosional. Meski tidak bertujuan untuk menjadi film komedi, justru The Jungle Book banyak membuat tawa lewat aksi King Louie, raja monyet yang diisi suara oleh Christopher Walken dan lucunya beruang madu pemalas Baloo (Bill Murray). Disney juga membawa lagu animasinya seperti I Wanna Be Like You dan Trust In Me yang dinyanyikan langsung oleh Kaa, ular raksasa yang mampu menghipnotis dan diisi oleh Scarlett Johansson.


Favreau sukses membuat kita lupa bahwa hewan disini adalah hasil komputer, bukan hewan nyata. Karena mengedepankan visual effect, tak berlebihan jika kita sebut, The Jungle Book akan masuk nominasi best special effects di Oscar tahun depan. 

Comments

Popular Posts