Ulasan Night Bus - Perjalanan malam yang mencekam


Dulu saya pernah punya cita-cita untuk keliling dunia sendiri, saat saya menyampaikan ke Papa saya, malah diajak nonton filmnya Liam Neeson yang judulnya Taken, disitu anak perempuannya diculik, dengan sendirinya saya menenggelamkan cita-cita tersebut. Setelah itu, saya ingin sekali jalan-jalan ke Sumatera naik ALS, walau bayanginnya capek dan pegel, tapi kayaknya layak dicoba, setelah nonton Night Bus, saya mengurungkan niat dan berpikir : mending naik pesawat aja deh.

Night Bus mendapatkan piala citra sebagai film terbaik 2017, saya penasaran, kok bisa film yang diputar sebentar di bioskop ini, yang tidak terlalu digembor-gemborkan promosinya, ternyata dipilih sebagai pemenang. Terjawab sudah alasannya ketika saya menontonnya beberapa waktu lalu. Night Bus di produserkan oleh Darius Sinathrya dan Emil Heradi yang duduk di kursi sutradara. Film ini sekaligus memberikan double peran untuk Teuku Rifnu Wikana yang juga sebagai produser dan pemeran utama, cerita film ini pun berangkat dari kisah nyata yang dialami oleh Teuku Rifnu sendiri saat tahun 1999.

Night Bus bercerita tentang perjalanan bus dari kota Rampak ke Sampar, perjalanan normal yang seharusnya memakan hanya 12 jam. Namun, konflik yang terjadi di Sampar memberikan dampak dalam perjalanan bus kali ini, seperti tagline pada poster : Conflict doesn't choose it's victims, ternyata memang benar, dalam Night Bus, kita diperlihatkan bahwa terjadinya perang, sama sekali tidak mengenal siapa korbannya, anak kecil, nenek-nenek, kakek-kakek, mahasiswa yang tidak tahu apa-apa atau bahkan warga sipil biasa yang hanya berjualan di pinggiran jalan demi sesuap nasi.

Pengenalan tokoh diceritakan dalam perjalanan, di dalam bus, kita dapat mengenal hubungan-hubungan yang terjalin oleh para penumpang. Ada jurnalis Yuda (Edward Akbar), mahasiswi ko-ass Anisa (Hana) yang menyimpan masa lalu kelam, pengusaha di kampung yang sombong, Umar (Torro Margens), Nur (Laksmi Notokusumo) dan cucunya Laila (Keinaya Messi Gusti) yang mau mengunjungi makam anaknya, Mala (Rahael Ketsia) dan kekasihnya Rifat (Arya Saloka) yang ingin mencari kerja, Idrus (Abdurrahman Arif), yang bekerja untuk sebuah NGO dan mencari teman-temannya yang hilang, Luthfy (Agus Nur Amal) pengamen buta yang suka menyanyikan tembang Melayu dan tentu saja, pemeran utama Teuku Rifnu yang menjadi kenek serta Yayu Unru sang supir. Hubungan yang kuat terjalin antara kenek dan para penumpang serta supir yang sangat bertanggung jawab menurut saya strong relationship between humanity. 

Konflik Sampar terjadi antara Samerka (Sampar Merdeka) yang digawangi oleh Lukman Sardi dan pihak pemerintah. Sejujurnya, Samerka hanya ingin Sampar terbebas dari penganiayaan dan pemerintahan yang menurut mereka tidak baik, sedangkan pihak pemerintah ingin berdamai, namun setiap negoisasi selalu saja gagal, karena ternyata ada pihak ketiga yang menjadi racun diantaranya.


Menonton film Night Bus, seperti tidak memberikan nafas kepada para penonton. 2 jam lebih kita dibuat deg-deg, takut, tegang dan suasana yang terus mencekam, dalam pikiran cuma ada : aduh kapan selesainya sih nih, aduh apalagi abis ini... Night Bus berhasil mengoyak emosi penonton lewat hubungan-hubungan para penumpang, setiap cerita sedih yang tersampaikan dan tentu saja, yang mengoyak hati adalah hubungan kenek-supir yang sudah seperti ayah dan anak.

Namun, jika boleh saya memilih, adegan terbaik menurut saya adalah ketika pengamen buta berani unjuk gigi di depan Samerka dan mengucapkan kalimat yang tersirat dengan makna bahwa anak Sampar bukan pembunuh, lalu dia menampar dan berkata : ayo balas tampar saya, jika memang mata dibalas mata dan ajaibnya, kelompom Samerka tersebut (Egi Fadly) hanya terdiam dan mempersilahkan penumpang naik kembali.

Night Bus bukanlah film yang nyaman, apalagi jika anda tidak kuat dengan adegan sadis dan emosional yang menghayat hati. Ada pula pelecehan seksual yang diterima oleh Mala karena memakai pakaian yang minim dan masa lalu kelam Anisa yang saya sangat gemas sekali hingga ikutan mengutuk pelaku. Namun, film ini mengajarkan banyak, bahwa kejahatan tidak harus dibalas dengan kejahatan, tetap harus ada agama dalam hati dan perang tidak menghasilkan apa-apa selain penderitaan. Film yang sunyi, minim penonton tetapi sangat berkualitas!

Comments

Popular Posts