Ulasan Film Posesif – Awalnya sederhana, ternyata berbahaya
Remaja adalah fase dimana setiap
anak mengalami pencarian jati diri. Menurut orang tua, remaja adalah fase
dimana paling susah diatur, namun mereka pun tak boleh lupa, mereka pernah
remaja. Remaja adalah dimana saat jatuh cinta adalah hal yang paling
indah-indahnya. Pendekatan, pacaran, berantem, galau, putus lalu nangis, tapi
kemudian tertawa lagi dan lupa dengan mantan, melanjutkan hidup dan begitu
terus sampai ke fase dewasa. Film posesif bukan film yang ingin saya tonton
(pada awalnya), karena saya sudah malas dengan film cinta-cintaan anak remaja. Namun,
ternyata pikiran itu harus saya buang jauh-jauh!!! Mana mungkin sebuah film
remaja digadang 10 nominasi piala citra? Ada apa dengan film posesif?
Bercerita tentang Lala (Putri
Marino) seorang atlit timnas DKI loncat indah yang bertemu kontak pertamanya
dengan anak baru, Yudhis (Adipati Dolken), saat sedang mengejar ketinggalan
pelajarannya di ruang guru akibat olimpiade, saat itu Yudhis sedang berusaha
mengambil sepatunya yang disita, karena salah warna. Dari pertemuan itu, mereka
jadi sering bertemu, sering jalan bareng, berkomunikasi sampai akhirnya jadian.
Awalnya manis, 2 orang anak remaja yang saling mencintai, sederhana, mengalir
begitu saja. Sampai Yudhis merasa, Lala terlalu banyak latihan dan kebersamaan
mereka mulai jarang. “Terserah kamu lah La, dua bulan belakangan ini waktu kamu
pagi sama sore cuma buat latihan La, aku ini pacar apa supir kamu?”.
Awalnya sederhana, ternyata
berbahaya. Tagline yang sangat tepat untuk film posesif. Cinta pertama Lala
sedangkan Yudhis selalu ingin bersama dan selamanya. Yudhis yang manis,
ternyata mempunyai sifat mencengangkan dan cenderung kekerasan, peringai emosi
dan psikologisnya terganggu. Bahkan ada tahap dimana Yudhis sudah melakukan
kekerasan, Lala malah merasa bersalah. Mereka merasa cukup berdua untuk dapat
mengubah dunia, mereka merasa bahagia, namun kebersamaan mereka pun seperti
racun.
Dalam tahap ini, saya harus
mengakui Edwin yang duduk di bangku sutradara benar-benar mengangkat isu
persoalan remaja yang sebenarnya ada, namun terkesampingkan. Para orang tua,
remaja putri, remaja pria, harus menonton film ini. Bahkan saya yang sudah
bukan remaja pun terkesan dengan Film Posesif, saat saya nonton, teman saya
bilang : dulu gue ngalamin kayak gini. Sadar atau tidak, setiap dari diri kita,
pernah mengalami keposesifan dari pasangan.
Yudhis, remaja putra yang
mengalami trauma dalam didikan di keluarganya, hanya tahu bahwa jika sudah
memberi, maka harus menerima banyak. Sedangkan Lala, remaja putri yang merasa
bahwa yang bisa merubah Yudhis cuma dirinya. Dibalut dengan soundtrack Dan-nya
Sheila On 7 sebagai lagu patah hati nasional, Posesif benar-benar mengangkat
standar film drama saya, besok-besok Indonesia kalau mau bikin film cinta
remaja, kayak gini ya!!!
Yang saya ingin bahas terakhir
adalah : akting para pemainnya. Ini film perdana Putri Marino, tapi aktingnya
seperti udah banyak main film, gak heran dia mendapatkan pemeran utama wanita
terbaik di Piala Citra, sedangkan Cut Mini sebagai ibu Yudhis yang “kejam”
diperankan dengan apik. Yayu Unru sebagai ayah Lala yang frustasi melihat putri
remajanya yang mengalami kekerasan baik fisik dan verbal juga berhasil mendapatkan
piala citra dan terakhir yang patut diacungi jempol adalah Adipati Dolken, yang
sebenarnya kalau dipikir sudah tidak pantas memerankan anak SMA, namun sekali
lagi, kesampingkan itu jauh-jauh, chemistry
yang dibangun oleh Putri Marino-Adipati Dolken terlalu kuat.
Film Posesif adalah tentang obsesi,
ketergantungan dan pemaksaan. Film yang harus ditonton untuk mengajarkan bahwa
mengapresiasi cinta adalah kepercayaan bukan keegoisan. Dan seremeh-remehnya
kisah cinta remaja, emang paling enak kalau ngerayain ulang tahun jam 12 malam
berdua dan nyanyi-nyanyi di radio.
yudhis 💙
ReplyDeleteKamu mau punya pacar kayak Yudhis?
DeleteJadi Film Indonesia Favorit aku... bukan soal chemistry si pemeran utama tp emang bena-benar related dengan kehidupan sehari-hari..
ReplyDeletekata terfavorit dr review ini " Yudis hanya tahu bahwa jika sudah memberi, maka harus menerima banyak" banyak sekali yg seperti ini!!!
Banyak memberi, tak harap kembali, bagai sang Surya yang menyinari dunia. Harusnya gitu yaaaaaaa si Yudhis.
Delete